(dalam rangkan HUT BPOM ke 31)
Kota Tiom, ibukota kabupaten Lanny Jaya bukan lagi tempat yang terpencil dan sulit untuk di akses karena telah dibangun jalan dari Kota Wamena menjuju Tiom diperlukan waktu sekitar 4 hingga 5 jam perjalanan. Lanny Jaya dahulu hanyalah aku kenal lewat media yang memberitakan konflik bersenjata, penyenderaan, pembunuhan dan lain sebagainya. Perjalanan melintasi gunung dan lembah dari Wamena menuju Tiom sedikit meresahkan hatiku dengan berbagai macam kekhawatiran yang melayang di benakku, apalagi disepanjang perjalanan supir menceritakan bahwa dirinya pernah mengalami peristiwa penyanderaan saat mengangkut barang sembako dari Wamena menuju Tiom. Namun hatiku terhibur dan takjub dengan pemandangan indah dan menakjubkan khas pegunungan tengah Papua sepanjang perjalanan kami menuju kota Tiom.
Setelah menyelesaikan kegiatan Pengawasan Obat dan Makanan di Kota Tiom, kami berencana mengunjungi Distrik Pirime. Distrik Pirime belum pernah dikunjungi sebelumnya oleh petugas Balai Besar POM di Jayapura karena akses ke Distrik tersebut yang cukup jauh, belum lagi isu-isu keamanan yang perlu untuk menjadi pertimbangan kami, namun setelah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan dan Dinas Perdagangan Kabupaten Lanny Jaya, kami memutuskan untuk mengunjungi distrik Pirime, dengan tekad bahwa masyarakat di distrik Pirime atau dimanapun berada perlu juga untuk mendapatkan pelayanan dan edukasi dari Badan POM terkait dengan isu keamanan obat dan makanan.
Hari itu di Puskesmas Pirime, setelah bertemu dan menyampaikan maksud kedatangan kami kepada kepala Puskesmas Pirime, kami kemudian melaksanakan kegiatan kami di Puskesmas khususnya di bagian pengelolaan obat dan vaksin. Tidak banyak petugas di Puskesmas tersebut. Saat kami datang, tidak terdapat seorangpun dokter yang sedang melakukan pelayanan kesehatan. Saat itu terdapat seorang Suster dan seorang Bidan yang melakukan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang sedang menunggu untuk dilayani. Pelayanan kefarmasian dilakukan oleh seorang tenaga teknis kefarmasian dari Program Nusantara Sehat yang dalam waktu beberapa saat lagi akan pergi meninggalkan Puskesmas tersebut.
Setelah beberapa saat di apotek dan gudang farmasi Puskesmas, kami kemudian mengunjungi ruang penyimpanan produk rantai dingin atau vaksin. Sangat sedih hatiku ketika melihat bahwa hampir sebagian besar vaksin yang disimpan di kulkas penyimpanan vaksin telah rusak yang ditunjukan oleh indikator mutu vaksin tersebut. Apalagi setelah menggali informasi dari petugas pengelola bahwa vaksin-vaksin tersebut baru saja digunakan hari sebelumnya untuk kegiatan vaksinasi anak-anak di sekitaran Puskesmas tersebut. Tentunya kejadian ini adalah sebuah musibah dan kegiatan vaksinasi yang telah dilakukan sebelumnya menggunakan vaksin yang tidak memenuhi syarat mutu tersebut perlu untuk dilakukan vaksinasi ulang.
Vaksinasi dengan produk yang telah rusak tentunya tidak dapat memberikan dampak kekebalan seperti yang dinginkan. Terbesit di pikiranku kejadian wabah campak dan gizi buruk yang sebelumnya pernah terjadi di Kabupaten Asmat daerah selatan Papua. Hal tersebut menyita perhatian banyak pihak dan media hingga ke pemimpin-pemimpin Negri ini. Tentunya akses transportasi yang sulit dan banyak hal lainnya menjadi penyebab kejadian yang merenggut banyak nyawa tersebut.
Sebenarnya tempat-tempat penyimpanan vaksin di daerah-daerah terpencil telah dilengkapi dengan tenaga surya, sehingga jika terjadi pemadaman listrik di daerah tersebut, suhu vaksin bisa tetap terjaga pada rentang suhu yang diperyaratkan (2-8 0C), namun kurang terjaganya rantai distribusi yang begitu panjang menjadi salah satu faktor penyebab mutu vaksin yang menurun.
Dapat kita bayangkan bagaimana perjalan panjang vaksin-vaksin tersebut mulai dari Jakarta ke Gudang Farmasi Provinsi di Kota Jayapura, kemudian dikirim melalui pesawat ke Wamena, dari Wamena haruslah dibawa melalui jalan darat ke Kota Tiom kemudian dari Tiom perlu di distribusikan lagi ke distrik-distrik. Bahkan dari ibu kota kabupaten ke distrik ada yang harus menggunakan pesawat atau berjalan kaki berhari-hari. Sepanjang perjalanan dari jakarta hingga ke tempat-tempat terpencil tersebut haruslah dikawal ketat rantai distribusinya sehingga mempertahankan suhu dipersyaratkan.
Hasil pengawasan Balai Besar POM di Jayapura terkait pengelolaan sediaan farmasi di beberapa Puskesmas yang tersebar di Provinsi Papua pada rentang waktu Tahun 2019 - 2021, setidaknya masih terdapat 39,6% (44 dari 111) Puskesmas yang memperoleh hasil buruk (D) atau tidak memenuhi ketentuan (TMK). Sebagian besar hasil temuan tersebut terkait dengan penyimpanan produk rantai dingin yang pengelolaannya belum sesuai dengan yang dipersyaratkan. Beberapa kendala yang kami temui di lapangan khususnya di daerah-daerah terpencil atau sangat terpencil adalah kurangnya SDM yang memadai untuk melakukan pekerjaan pengelolaan sediaan farmasi atau pengelolaan produk rantai dingin tersebut.
Walaupun sarana dan prasarana cukup memadai, namun kurangnya tenaga atau SDM yang memadai terkadang merupakan kendala-kendala yang perlu untuk diperbaiki kedepannya. Tentunya hasil pengawasan dan rekomendasi Badan POM terkait permasalahan-permasalahan pengelolaan sediaan Farmasi yang ditemui di sarana pelayanan kesehatan diharapkan dapat diperberbaiki untuk kualitas pelayanan dan kesehatan masyarakat yang lebih baik lagi.
Rantai distribusi yang sangat panjang dari pulau jawa ke Papua juga berlaku untuk produk pangan. Banyaknya produk pangan kedaluwarsa yang ditemukan petugas Badan POM di daerah-daerah pegunungan tengah Papua atau daerah-daerah terpencil menjadi salah satu indikatornya. Pemilik toko atau kios di daerah tersebut mengeluh pendeknya tanggal kedaluwarsa produk-produk yang mereka terima dari distributor, sehingga menjadi penyebab banyaknya produk mereka yang tidak sempat terjual (kedaluwarsa duluan). Parahnya lagi produk-produk tersebut tidak bisa untuk dikembalikan lagi ke distributor karena lokasi distributor yang sangat jauh. Kedatangan petugas Badan POM untuk selalu mengingatkan pelaku-pelaku usaha agar selalu mengecek produk yang diterimanya sebelum didistribusikan kembali ke masyarakat. Pelaku usaha di daerahpun kami dorong untuk selektif memilih distributor sehingga dapat menguntungkan kedua belah pihak.
Di masa pendemi Covid-19 dimana perekonomian sempat lesu dan berdampak kepada beberapa pelaku usaha, terdapat beberapa toko yang mengurangi karyawan sebagai dampak kurangnya pemasukan toko. Hal ini menyebabkan kurangnya kontrol terhadap barang di etalase jualannya, sehingga petugas Badan POM masih menemukan terdapat beberapa toko yang menjajakan produk-produk tidak memenuhi syarat (rusak/expired). Kehadiran petugas Badan POM untuk memastikan dan selalu mengingatkan kembali kepada pelaku-pelaku usaha bahwa pentingnya menjaga mutu dan kualitas pangan yang dijualnya di era pendemi Covid-19.
Menjaga mutu dan kualitas obat dan makanan merupakan tanggung jawab kita bersama, dimulai dari produsen hingga ke tangan konsumen. Merupakan sebuah konsekuensi dan tantangan yang harus kita hadapi dalam mengawal obat dan makanan yang bermutu di negara kita yang sangat besar dan luas hingga ke pelosok-pelosok daerah yang jarang di jangkau oleh kita, sehingga tidak adalagi kejadian-kejadian seperti yang pernah terjadi di kabupaten Asmat. Semua demi Indonesia yang sehat dan maju.