Ah sayang sekali..
Yusak kawanku, siapa yang tidak kenal denganmu, kecerdasanmu, pintar bicaramu, cara bergaulmu. Banyak yang ingin seperti dirimu. Aku juga ingin seperti engkau. Tetapi sayang seribu sayang, mengapakah Tuhan memberimu kecerdasan, Tuhan memberimu kepintaran, jika ternyata engkau begitu lemah? ya kawan.. engkau begitu lemah, begitu lemah menghadapi godaan dunia ini, begitu gampang terbuai rayuan dunia ini dan begitu mudahnya terpengaruh kenikmatan dunia ini. Tetapi kau tetap kawan yang kukagumi.


dari Yusak,..

Surya, kawan.. mengingat perkataanmu sungguh menyedihkan hatiku, andai aku mendengar nasihatmu, Tapi beginilah keadaanku sekarang, aku tidak lagi seperti dulu. Ternyata aku belum siap menghadapi hal ini. Aku terbuai terbawa arus kesesatan, kuakui aku sempat menikmatinya. Seharusnya aku tidak melangkah begitu jauh. Sangat susah bagiku untuk tidak menuruti nafsu duniawi ini, aku seperti ingin mengutuki diriku sendiri.

Kawan.. apa boleh buat, jika memang waktu bisa kembali, ah mustahil sekali. Inilah yang terjadi, aku bukanlah siapa-siapa, kadang aku berpikir apakah aku tidak berharga dimata Tuhan? telah aku saksikan betapa banyak mujizat dan kebaikan Tuhan dalam hidupku.. bahkan bisa bertemu denganmu di Yogyakarta dan mengemban pendidikan di kota Jogja bukanlah suatu kebetulan. Tuhan telah mengaturnya. Kadang aku berpikir apakah yang terjadi padaku ini juga rencana Tuhan bagiku? ah.. tidak mungkin! rencana Tuhan selalu baik bagi kita, aku berharap rencanaNya untukmu adalah yang terbaik dan tolonglah Tuhan jangan seperti yang terjadi padaku,.. surya., aku telah mengacaukan rencana Tuhan untukku, walau akupun tidak tahu rencana apakah itu tetapi aku tahu pastilah baik adanya jikalau mungkin tidak kulakukan perbuatan sesat itu,. pastilah baik adanya.

Kini aku bijak menghitung hari-hariku, tak kubayangkan jika aku harus pergi selama-lamanya di usiaku yang masih muda. Bukan hidupku yang aku pikirkan, tetapi mereka yang menyayangiku.. keluargaku.. aku sangat malu dan biarlah kujalani hidup ini seperti sediakala, dan biarlah kubagikan pergumulanku ini padamu, kawan.. terima kasih.

........................


Ternyata sangat susah menjadi seorang Bapak yang baik. Memang terlihat mudah jika berteori, namun dalam prakteknya sangat sulit untuk dijalani, apalagi kondisi atau situasi emosi seseorang berubah-ubah dan terkadang dipengaruhi oleh kondisi lainnya seperti kondisi kesehatan, keuangan, permasalahan dan tekanan yang dialami dan tentu tidak bisa atau jarang dimengeri oleh keluarga dan sudah pasti tidak akan bisa dimengerti oleh anak-anak yang masih kecil.

Maafkan bapak, kadang Bapak terlalu keras kepadamu. Mungkin karena kamu nakal, atau berulah layaknya anak-anak. Sebenarnya bukan itu masalahnya, masalahnya adalah tekanan yang bapak alami, tekanan yang muncul mungkin terkait pekerjaan, mungkin terkait usaha, atau terkait kesehatan bapak dan yang terutama pergumulan yang sedang bapak alami terkait kehidupan pribadi Bapak yang tidak bisa bapak jelaskan. Itu yang membuat kadang Bapak terlalu keras kepadamu, atau bapak kurang memberi perhatian kepadamu atau bapak kadang menyakitimu.

Bapak yang salah. Tetapi untuk semuanya itu, terima kasih masih mencintai bapak, untuk semua kejelekan dan keburukan dan sifat egois bapak. Terima kasih karena tetap memberikan sayangmu, terima kasih untuk tetap menghormatiku dan terima kasih karena memberi kelegaan dihati Bapak dengan keluguanmu dan dengan kecerdasanmu anak anakku sayang.

Istriku yang baik. Maafkan aku. Yang mungkin sering mengabaikanmu atau terlalu menyusahkanmu. Terima kasih telah mengurus anak-anak kita. Hidup seperti ini saja sudah cukup bagiku, dan mari kita cukupkan hidup kita dengan apa yang ada pada kita. Begini saja aku sudah bahagia. Akupun berharap engkau bahagia saat ini dan terus selamanya.

Mama, saat ini kesehatan itu terlebih penting dibanding hal lain dan mungkin aku masih menyusahkanmu sampai hari ini. Sampai saat ini aku masih belum mengerti, aku harus jadi seperti apa agar membuatmu bahagia. Mungkin menjadi seorang PNS bukanlah harapanmu kepadaku, aku tidak tahu.

Tuhan, kehendakMu jadilah...

Jayapura, 20-04-2016
Disaat Gelap

Setahun sudah aku bekerja di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan sebagai aparatur sipil negara dan sudah setahun juga aku dan istriku memulai usaha Apotek di tempat tinggal kami di argapura. Pulang kantor aku langsung menjaga apotek kami, karyawan kami bekerja hanya sampai jam 5 sore. Untuk efisiensi aku memutuskan untuk belum menambah karyawan shift malam, apalagi awal berdiri apotek kami, aku memutuskan untuk bersaing harga dan menaikan presentase keuntungan secara berkala. Sekarang aku sedikit banyak tau mengenai jenis obat dan sedikit banyak bisa memahami tulisan dokter di resep, namun tetap aku berkonsultasi dengan ahlinya baik Apoteker atau istriku yang memang memiliki latar belakang farmasi.

Sebenarnya aku ingin menjaga ritme kehidupan dengan menyeimbangakan urusan kantor, urusan bisnis dan urusan keluarga. tetapi setelah kupikir-pikir, aku menyadari bahwa urusan-urusan terkait pekerjaan dan usaha yang mengatur ritme kehidupanku, bahkan aku sering jenuh dengan kedua urusan ini hingga menjenuhkanku juga dengan urusan keluargaku, apalagi kedua anakku masih kecil, yang satu belum genap empat tahun yang satu belum genap setahun. Bahkan di waktu weekend-pun terkadang sulit untuk beristirahat dengan baik.

Selalu aku berusaha menjauhkan kejenuhanku dengan terus bersyukur tentang apa yang aku lakukan, namun tanpa aku sadari ternyata kesibukanku juga menjauhkan dari persekutuan dengan Tuhan. Mungkin hal ini yang membuat hidupku yang sebenarnya teratur menjadi terasa tidak teratur, hidupku yang sebenarnya baik tapi terasa berantakan. Bahkan sekarang aku mulai menyepelekan persekutuanku dengan Tuhan dan rutinitasku terkait kehidupan rohaniku mulai aku tinggalkan. Seharusnya aku lebih bersyukur dengan kehidupanku yang sekarang.

Kesehatanku juga aku rasa mulai memburuk, kondisiku tidak FIT lagi seperti dulu. Menurut hasil MCU di kantor, aku dinyatakan Cukup Fit (dari pilihan Fit/Cukup Fit/Tidak Fit), tentu bukan pernyataan yang baik dengan hasil uji kolesterol juga yang menurutku kurang baik. Ternyata setelah aku pikir, kesibukanku bukan cuma menyita perhatianku terhadap keluargaku tetapi juga perhatianku terhadap diriku sendiri. Tetapi aku menghibur diriku sendiri menurutku kesibukanku ini aku namai saja kerja keras, mudah-mudahan dengan kerja keras sekarang aku bisa mencapai tujuanku mungkin tujuanku kesuksesan atau mungkin kebahagiaan. Kalau bicara tujuan hidup sebenarnya aku masih bingung intinya aku bekerja saja demi anak-anak dan istri juga untuk ibuku. Mudah-mudahan mereka bahagia.

Jayapura, 11/04/2016
Ketika sampel belum masuk..


Followers