Malam itu bapak membangunkanku lagi, ia mengantarku ke toilet untuk buang air kecil, waktu kecil aku sering ngompol, kadang aku tahan rasa buang air kecilku hanya karena aku takut ke toilet. Maklum toilet rumah kami letaknya di belakang dan agak gelap karena hanya dihiasi lampu kecil yang redup. Setiap pagi aku bangun, pasti bapak sudah bangun duluan. Pagi itu mungkin ia sedang membaca buku-buku rohani atau ia hanya makan Pinang sambil memandangi jalan.

Bapak, ia jarang ngobrol, ia juga jarang bertanya kondisi kami anak-anaknya, itu sudah sifatnya. Kalau bertanya kondisi kami mungkin cuma sepatah dua kata. Apalagi berbicara lewat telepon, ia jarang menelpon, akupun sebenarnya tidak terlalu gemar berbicara di telepon, mama yang sering menelpon dan berbicara panjang lebar, kalau bapak, ia jarang berbicara di telepon, jangankan di telepon, kami memang jarang bercakap-cakap.

Bapak, ia bapak yang kreatif, ia yang mengajarkanku tentang kreativitas. Aku masih ingat bagaimana ia membuat mobil-mobilan dari kulit jeruk bali, lelucon-leluconnya kepada para tetangga dan bagaimana ia memotong rambut kami ala militer. Ia bapak yang bertanggung jawab dalam keterbatasannya.

Pagi-pagi sekali bapak sudah bangun, aku juga dibangunkannnya, "ayo, siap ke sekolah" kata bapak. Ia sudah memanaskan motornya, badanku masih loyo, kira-kira jam setengah 5 pagi, waktu itu aku baru jadi siswa SMA, masa orientasi siswa di SMA dulu mengharuskan kami harus ke sekolah jam 6 pagi. Rumahku agak jauh dari sekolah, jam 5 pagi aku sudah harus berangkat sekolah, tiap hari bapak mengantarku. Setelah melewati masa orientasi aku akhirnya tinggal di asrama sekolah, seminggu sekali kadang aku pulang ke rumah, bapak yang selalu mengantarku.

Waktu itu di pantai hamadi Jayapura, aku masih kecil, bapak menggendongku dipundaknya sambil bermain-main di pantai, badannya yang besar memungkinkan kami untuk tidak tenggelam dan terhempas ombak, aku sangat senang dan nyaman, sampai-sampai aku ingin tertidur di pundaknya.

Sembilan kali aku merayakan Natal dirantau, kini aku pulang membawa istri dan bayi kecilku, bapak terbaring lemah dirumah sakit, badannya sangat kurus, tak bisa kutahan airmataku, terus mengalir dan mengalir, bapak sudah tidak bisa berbicara dan bergerak, hanya matanya yang sedikit bisa bergerak. Saat itu  sedang kugendong anakku, kulihat ia mengeluarkan sedikit air mata dan mimik wajahnya berubah bahagia, mungkin ia bahagia melihat cucunya.

26 Desember 2012, bapak menghembuskan nafas terakhirnya, bapak pergi dengan damai dikelilingi anak-anaknya.Bapak menyayangi bukan dengan perkataan, tapi dengan perbuatannya. Bapak... bapak.. ia bukan bapak yang sempurna, tapi ia bapak yang baik. Selamat jalan bapak.

Alm. Bapak Erens Bonay menggedong tas noken berisi Pinang kesukaannya, Bapak yang Baik

0 komentar:

Followers