hari sabtu, sepulang sekolah adalah hari yang paling bahagia, dengan perut kosong aku terburu-buru ingin pulang kerumah, sebelumnya aku harus berjalan kaki 2-3 km hingga sampai kerumah, salahku sendiri uang angkot telah aku habiskan untuk membeli kue dan air es. Jika ingin naik angkot jangan jajan, jika ingin jajan berarti pulang sekolah aku harus berjalan kaki, setiap hari aku harus memikirkan kedua pilihan tersebut. aku lebih sering jalan kaki, selain supir angkut di kota jayapura sangat sombong karena jarang mengangkut anak sekolah, aku tidak perlu menunggu dan bisa menghemat uang jika memang masih tersisa.
Sampai dirumah aku langsung menuju dapur, puji Tuhan ada ikan di mangkok, tanpa basa-basi kusantap dengan kecepatan tinggi. hari itu, hari yang sangat panas, aku sangat ingin membeli gorengan di depan rumah, es sirup di kios sebelah juga pasti sangat menyegarkan. Aku mengerti saat itu keadaan sedang susah, aku tidak boleh manja meminta ini dan itu.
sepatu bolaku yang malang..
sepatu itu adalah sepatu bolaku yang pertama, yang dibelikan ibuku ketika aku dan teman-teman sekolah mingguku mengikuti turnamen antar sekolah minggu dan persekutuan pemuda se-kota jayapura dalam rangka ulang tahun GKI di papua. tim kami lumayan hebat tetapi di semifinal kami kalah 1-0, gol semata wayang itu di cetak oleh stevie bonsapia kecil yang kini menjadi winger hebat di tim terhebat di indonesia, Persipura Jayapura.
aku dan teman-temanku lebih sering bermain bola di depan gudang atau di jalan raya pada waktu pagi di banding bermain di lapangan karena lokasi lapangan yang agak jauh, jadi aku berpikir tidak apa-apa aku menjual sepatu bolaku, lagi pula aku jarang memakainya.
sepatu itu aku ambil, aku sikat sampai bersih, kemudian aku masukan ke dalam kantong plastik hitam, siap untuk kujual. aku harus menjualnya jauh dari komplex tempat tinggalku, aku malu jika menjual ke tetangga yang aku kenal dekat. waktu itu aku memulai perjalananku, aku berencana menjualnya di perumahan dekat lapangan bola, pasti anak-anak disitu banyak yang membutuhkan sepatu bolaku, pikirku saat itu.
Aku tidak berani untuk mendatangi rumah satu persatu, jika kulihat ada orang yang sedang santai di depan rumahnya, maka aku akan menawari sepatu bolaku. 20.000 rupiah, itulah harga yang kutawarkan, harga sebenarnya adalah dua kali harga yang kutawarkan, lagi pula sepatuku tidak semulus dulu lagi.
aku terus berjalan menawarkan sepatuku pada orang-orang yang kutemui, satu jawaban yang kuterima adalah "tidak", terus aku berjalan lagi, sudah jauh, aku harus memikirkan kalau nanti aku harus pulang lagi, dan aku tidak punya uang angkot, kutawarkan lagi dan lagi, ternyata tidak ada yang membutuhkannya.
hari sudah mau malam, aku harus pulang sekarang, ini waktunya aku mandi, orang tuaku pasti akan memarahku jika aku "main" sampai malam. dengan lelah dan haus aku berjalan pulang dengan kepala tertunduk, plastik hitam berisi sepatu bolau itu masih kupegang. aku mencoba untuk berlari-lari kecil, sudah kudengar azan maghrib, aku pasti akan di marahi dan rotan papa akan mendarat di punggungku pikirku. tiba-tiba seseorang memanggilku "hey1", ah ternyata dia orang yang aku tawarkan tadi, dia bertanya, "sepatunya masih ada?" , "masih ada om" jawabku. dia meraba-raba sakunya dikeluarkan uang 20.000 dan di berikannya kepadaku. "makasih om", tiba-tiba lelah dan hausku hilang, aku berlari secepat kilat seperti boaz salossa sampai dirumah, sebelum sampai dirumah aku harus memastIkan dari jauh kalau papa tidak berada di depan pintu, "ah ternyata papa tidak di depan pintu". segera aku masuk ke rumah, mengambil handuk dan langung menuju ke kamar mandi. Setelah mandi dan bersih, orang tuaku pasti tidak akan memarahiku, ah ibuku sudah mempersiapkan makan malam, kami duduk bersama dan menyantap makan malam.
malam itu di tempat tidurku aku melamun sambil memandang uang 20.000 itu, kemudian aku simpan di bawah tempat tidurku. aku teringat lagi sepatuku itu, ah sepatu bolaku yang malang...
0 komentar:
Post a Comment