tekanan itu membuatku dewasa, tekanan itu merubahku menjadi tegar, tekanan itu membuatku lebih mengerti, tekanan itu menekanku dan menuntutku untuk bertahan, tekanan yang menyengsarakanku itu kuharap akan membahagiakanku kelak, setidak-tidaknya tekanan itu membuatku menjadi orang yang tidak suka menekan.
hari itu aku menghubungi orangtuaku yang jauh disana, mereka jarang kuhubungi karena aku terlalu egois mengurusi urusanku sendiri. beberapa kali aku gagal bertanya kabar bapak secara langsung karena memang ia sedang tidak dirumah, "headset' itu hanya menempel ditelingaku seraya mendengarkan cerita mama yang memang suka bercerita, tidak lupa kutanya kabar saudara-saudaraku dan tidak lupa juga aku menceritakan keadaanku disini untuk formalitas kelengkapan bahwa aku sudah menelepon kerumah.
beberapa bulan kemudian aku menelepon lagi kerumah, hari itu kebetulan sekali bapak baru saja pulang. Kemudian aku berbincang-bincang dengan bapak, diawali dengan menanyakan kabar satu sama lain.
.................
hidup ini penuh dengan sandiwara, kulihat orang-orang senang bersandiwara satu dengan yang lainnya. aku rasa sandiwara kadang perlu untuk dilakukan, tetapi betapa indah hidup ini, jika semua tidak dilakukan dengan sandiwara semata.
baiklah aku jalani saja hidup ini, akupun turut ikut main sandiwara di tempat yang sebenarnya bukan untuk aku.
aku suka kampung halamanku, mudah-mudahan sekarang tempat itu masih bisa disebut kampung. kampungku dimana aku tinggal dulu itu adalah tempat dimana aku mengenal orang-orang yang mengenal aku, tempat dimana aku mengenal orang yang aku kira seperti manusia biasanya, disitu orang-orang memang manusia dan mereka memanusiakan satu dengan yang lainnya.
aku orang kampung, tidak cocok hidup di kota.
hai apa kabar? wah indah sekali cuaca hari ini, apa kabar orang tuamu? aku baik-baik saja, gimana kabarmu? dalam hatiku, "terima kasih sudah berbasa-basi dan bersandiwara untuk baik kepadaku, aku sangat menghargainya"
aku ke kota untuk bersekolah, bermimpi setinggi langit untuk mengubah dunia, setidak-tidaknya aku bisa mengubah kampungku agar layak disebut kota. tetapi sekarang aku bingung karena aku tidak ingin mengubahnya seperti mereka atau supaya aku tidak melebih-lebihkan beberapa dari mereka yang aku temui di kota yang aku kira menyukai sandiwara.
hidup itu jahat tetapi sangat singkat, nikmatilah kalau memang dilahirkan untuk menikmatinya. aku rasa aku juga punya jatah untuk menikmati hidup, santai dulu ah.. oh iya! waktu berjalan aku harus menyelesaikan pekerjaanku!
aku punya ikan yang melimpah, aku punya ladang yang subur, aku punya banyak makanan dan minuman, tetapi kenapa kamu menyuruhku untuk pergi ke tempatmu yang tandus untuk belajar dan bekerja? datanglah ketempatku, aku tidak segan-segan membagikannya kepadamu, tetapi jangan mengambil dan membawanya ke negrimu kemudian meninggalkan sisanya untukku.
suka atau tidak aku jalani saja hidup ini, atau setidaknya aku berpura-pura menyukai hidup ini, syukur itu membawa kedamaian, bukan kedamaian yang membawa syukur.
oh iya aku harus bekerja lagi!
Bapak : bagaimana disana?
Aku : agak susah pa', masih adaptasi, saya kurang suka dengan kehidupan disini.
Bapak : kalau begitu kenapa kamu tidak pulang saja..?
Aku : tapi bisa kok pa',
Bapak : iya?
aku : iya, bisa kok..
terima kasih pa' buat nasihatnya. aku rasa aku lebih memilih untuk menjadi orang-orang yang suka bersandiwara.
Bremen. 23 Maret 2010 disaat sedang bersandiwara.
oleh: Rudolf Surya Bonay
2 komentar:
tulisan lu bagus, dolf. gw suka
Thanks :D
Post a Comment