edisi dialek
baiklah menulis lagi. Oleh karena latar belakang penulis blog ini yang sempat hidup beberapa tahun di beberapa tempat yang berbeda dengan penggunanaan dialek indonesia dan bahasa yang berbeda, penulis sempat bingung menggunakan bahasa tulis yang tepat dalam arti dapat dinikmati oleh pembaca. Jika anda menelusuri blog ini dengan seksama penggunaan kata ganti penulis sebagai orang pertama terkadang menggunakan kata "saya" atau "aku". penggunaan dialek sebisa mungkin diminimalisasikan.
saya lahir dan besar di Papua, lebih tepatnya di jayapura, kota indah yang dihidupi oleh orang dari berbagai suku, entah suku-suku dari papua atau dari luar pulau papua. menurut saya, dialek papua sebenarnya adalah bahasa indonesia yang diucapkan sesuai dengan mulut orang papua yang di pengaruhi oleh bahasa daerah dan sedikit dari bahasa belanda. dialek papua sebenarnya tidak begitu sulit jika didengarkan dengan seksama, kesulitannya adalah karena pembicara dialek ini berbicara dengan kecepatan bicara diatas kecepatan rata-rata bahasa indonesia ucap. Walaupun di sekolah kami diajarkan bahasa indonesia yang baik dan benar, tetapi penggunaan dialek menurut saya perlu dilestarikan sebagai identitas suatu daerah.
saya 15 tahun ketika berangkat ke jakarta dan tinggal beberapa tahun disana, disana saya berteman dengan beberapa orang papua yang cara berbicaranya mirip dengan saya. Cara berbicara kami dianggap kasar, walau bagi kami biasa-biasa saja. Di tempat kami tinggal ada beberapa guru yang berbahasa indonesia baik dan benar (EYD), mungkin karena mereka adalah guru, tetapi cara berbicara anak muda disana sangat berbeda, atau dengan kata lain cara berbicara mereka mirip dengan apa yang kami nonton di tv dulu sewaktu di papua, film-film anak muda, presenter acara tv (mtv,dsb). Bagi kami meniru cara berbicara seperti itu tidak begitu sulit, karena sudah sering kami lihat dan dengar di tv. Dipandang perlu untuk mengerti dialek setempat agar tidak mengalami kesulitan dan lebih hangat dalam bergaul. pernah saya tidak jadi membeli barang karena tidak mengerti apa itu gocap, goceng, seceng, dll. begitulah..
hijrah ke jogjakarta. ini kota favorit saya di pulau jawa, selain orang-orangnya yang ramah, cara berbicarnya juga sopan, lembut, pelan dan mudah dimengerti. bahasa jawa sangat sering dipakai, di warung makanan (warteg), kios, dan pedagang kaki lima mereka lebih suka berbahasa jawa, kadang harga barang bisa lebih murah jika anda bisa berbahasa jawa (tidak dianggap turis). Di kampus juga teman-teman saya sering berbicara dalam bahasa jawa jika kami sedang di kantin, di jogja saya juga mengubah cara berbicara saya agar sama dengan cara berbicara masyarakat disana walau terkadang secara tiba-tiba dialek papua keluar dengan sendirinya. saya pernah bekerja kelompok di laboratorium dengan teman, kami berdiskusi dan tiba-tiba teman saya berkata, "iya rudolf tapi jangan marah-marah begitu", saya kaget karena merasa saya sama sekali tidak marah atau berbicara kasar, untung ada teman dekat saya yang mengatakan kalau cara berbicara saya memamng seperti itu sehingga saya tidak jadi benar-benar marah. sudahlah..
Bandung lautan kembang. menurut saya kota ini lumayan padat dan terkenal dengan produk textilnya, kalau ingin mencari pakaian bagus dengan harga terjangkau, pergilah ke bandung. cara berbicara orang disini berirama, cepat tetapi sopan. jika di jawa kata "mas" sebagai kata ganti pria (yg masih muda), maka di bandung digunakan kata "aa'" , "mbak" diganti dengan kata "teteh" sebagai kata ganti wanita (muda). Di Bandung setiap anda memesan makanan pasti diberi teh tawar gratis, jika anda menginginkan teh manis, sebutlah dengan lengkap "teh hangat manis" atau "es teh manis" , perbedaannya dengan di jawa tengah jika anda memesan "es teh" sudah pasti di beri gula, bahkan kadang gula yang di berikan terlalu banyak sehingga tidak diadukpun sudah manis. walaupun banyak teh tawar di bandung, tetapi di kota ini anda pasti banyak melihat wanita manis, sehingga kota ini disebut kota kembang, kalimat terakhir tidak penting. baiklah..
ke surabaya..
kembali ke jakarta..
kembali ke papua.. penyesuaian lagi..
ke jakarta, ke jerman...
edisi dialek berikut : konflik dialek, penyesuaian dengan mayoritas.
2 komentar:
lol..... bandung disebut kota kembang sebenarnya bukan karena gadis2nya yang cantik2, Dolf. Tp emang jaman dulu, waktu masih dijajah Belanda, kota Banudng itu memang ditata rapih, banyaaaaakk bunga2an dan taman kota.
Sayangnya sekarang bukan cuma taman yg hilang, pohon2 peneduh jalan juga hampir lenyap semua.
Sekitar 15 tahun yg lalu, saya ingat, pernah kedatangan tamu mahasiswa dari Jerman. Dia tanya, "saya dengar, Bandung itu kota kembang, tapi dimana yah kembangnya?" Dengan kecepatan berpikirnya anak SMP, kami (saya, kakak dan teman) hanya bisa bilang, "itu kan duluuuu banget, heheh...."
Dan tamu Jerman itu cuma mengerjap-ngerjapkan matanya.
kasian ya, Bandung. Tapi saya tetap cinta :)
hahaha.. ternyata.. berarti nama kota kembang sudah expired. atau jangan2 artinya "kota kembang" yang di update?. :D
Post a Comment